14 Juni 2010

Aku tersenyum tenang walau hati menangis,,,

"Ku terbiasa tersenyum tenang, walau  a..a..aaaa..... hatiku menangis..... Kaulah cerita, tertulis dengan pasti..... Selamanya dalam pikiranku,  ho..ho..hohoho..... selamanya  a..a..aa....."

Begitulah lirik bait pertama Lagu Peterpan yang berjudul Walau Habis Terang seolah memahami keadaanku sekarang. Lalu aku dendangkan pula lirik yang ini:

"Biarkan semua, seperti seharusnya..... Takkan pernah, menjadi milikku...."
"Lupakan semua tinggalkan ini, ku kan tenang dan kau kan pergi....."

Hampir menetes air mataku kalau saja lirik terakhir lagu ini tak segera menyudahi kelarutanku meresapi lagu ini:

("Diantara beribu lainnya, kau tetap...kau tetap....kau tetap..... benderang  o... oo....")



Yah, begitulah lagu itu dinyanyikan (menurutku) dengan cukup baik oleh band yang berasal dari bandung tersebut. Rasanya baru kemarin aku menasehati temanku tuk tak mendengarkan lagu-lagu sedih ketika dia kecewa, karena itu akan membuatnya semakin terpuruk dan susah tuk bangkit lagi jika dia terlalu meresapi lagu-lagu sendu yang bisa saja membawa kondisi fikirannya sampai ke titik nadir terendah. Tapi, memang seperti itulah hidup. Kadang teori tentang sesuatu hal terasa jauh lebih mudah tuk diucapkan  daripada melakukan sendiri hal tersebut. Penasehatpun butuh dinasehati, itulah kodrat kehidupan yang aku pahami,,,

Sayangnya, banyak orang yang lupa bahwa penasehat itu juga butuh dinasehati. Mungkin mereka berfikir kalau sang penasehat tentulah orang yang kuat, yang bisa menghadapi permasalahannya sendiri, tak butuh bantuan orang lain. Ironi, sungguh terlalu,,,

Balik lagi ke keadaanku,,,
Ya, aku sedikit mengalami kekecewaan hari ini! Tapi sepertinya bukanlah kekecewaan yang mendalam karena aku pernah mengalami situasi yang lebih mengecewakan daripada ini (meski dalam hal yang berbeda). Ya, sedikit (atau mungkin banyak) aku kecewa hari ini atas ekspektasi yang berlebihan pada harapan yang kutanamkan dalam diriku yang tak cukup baik. Itulah mengapa aku justru menanamkan keinginan yang baik agar aku bisa jauh labih baik. Ya, aku ingin menjadi jauh lebih baik,,,

Tadinya aku berharap (sesuatu yang lebih baik) itu terjadi, tapi kenyataan sungguh begitu berbeda dengan keyakinan. Dan yang aku pelajari selama ini memang seperti itulah hidup, tak semuanya berdasar pada kehendak kita. Kadang terjadi defisiasi -semoga tulisannya tak salah- antara keinginan dan kenyataan, dan karena aku orang dewasa, maka mau tidak mau, rela tak rela, aku harus menerima, tuk kemudian menghadapi dan berharap berhasil melewati fase yang terbilang sulit ini,,,

Sulit, rasanya jarang sekali aku menggunakan kata-kata ini dalam keseharianku. Meski aku bukanlah pejuang yang tangguh, tapi aku terbiasa tuk mengikhlaskan semuanya, tanpa beban. Tapi yang satu ini, sepertinya kan sedikit mengganggu impian,,,

Terasa ingin sedikit menangis, menyesali apa yang telah terlalui. Tapi seperti biasa, air mata tak hendak keluar dari mataku yang sering berteman dengan debu jalanan ibukota negara. Ya, jarang sekali aku mengeluarkan air mata. Dari 23 tahun lebih aku menjalani hidupku, dalam sadarku baru tiga kali menitikkan air mata. Pertama, ketika masih kecil aku kehilangan teman yang juga sekaligus sepupuku karena dipanggil menghadap Alloh SWT, mungkin Tuhan tak hendak sepupuku itu dikotori oleh dosa-dosa dunia (seperti diriku) hingga Alloh SWT menyelamatkannya (dari dosa dunia). Kedua, ketika nenekku sakit keras karena aku telah terbiasa selalu bersama nenek yang sedari kecil lebih sering menjagaku (dan aku tak ingin kehilangan dia, meski suatu saat kan sampai juga waktu itu). Yang terakhir, ketika aku bener-bener dibuat kecewa (dan  mungkin inilah kekecewanan paling dalam yang pernah aku alami, semoga tak terjadi lagi) karena seseorang yang aku banggakan, yang aku teladani, yang banyak memberiku pelajaran hidup, semuanya bagiku ternyata tidak sesempurna yang aku ketahui. Dan ketika itu terjadi, maka alasan tak ada manusia yang sempurna selalu menjadi alibi. Sehingga kadang banyak orang yang terbiasa melakukan kesalahan karena berfikir mereka tak sempurna. Bagiku terasa mereka hanya mau memanfaatkan alasan itu saja atas ketakberdayaan meraka mengendalikan diri sendiri,,,

Yah, terasa cukup sudah aku menulis kali ini. Tak aku fikirkan lagi jika tulisan ini takkan menjadi berarti . Tak aku pedulikan pula jikalau struktur kata dan tata bahasa yang kutulis tak begitu baik. Yang penting aku hanya ingin menyampaikan maksudku, tuk sedikit bisa melegakan hatiku, semoga,,,

Ini bukanlah kekecewaan sedalam kecewa terdalam yang pernah aku alami,,,
Meski aku sangat kecewa atas harapan baik yang tak berakhir indah (bagiku),,,

Aku tersenyum tenang walau hati menangis,,,

10 Juni 2010

Sebentuk apapun yang kau butuhkan (menjadi segalanya bagimu),,,

Aku adalah,
Sebentuk barisan bait-bait puisi dengan syair-syair terbaik,
Berharap menjadi indah di pandanganmu ketika kau membacanya,,,

Aku adalah,
Sebentuk alunan bunyi dengan nada-nada tersusun rapi,
Berharap menjadi syahdu di pendengaranmu ketika kau meresapinya,,,

Aku adalah,
Sebentuk sinaran mentari yang mencerahkan hari,
Berharap menjadi penghangat di dingin suasana bathinmu,,,

Aku adalah,
Sebentuk semilir angin yang berhembus di bibir pantai,
Berharap mampu menenangkan dan menyejukkan galau hatimu,,,

Aku adalah,
Sebentuk sandaran yang teguh,
Berharap menjadi tumpuan dirimu ketika kau lemah dan lelah,,,

Aku adalah,
Sebentuk rajutan benang yang tersulam menjadi kain,
Berharap menjadi penghapus tangismu ketika kau sedih,,,

Aku adalah,
Sebentuk pegas dan katrol-katrol lepas,
Berharap menjadi pendorong motivasimu tuk terus melangkah maju,,,

Aku adalah,
Sebentuk apapun yang kau butuhkan,
Berharap kan menjadi segalanya bagimu,,,

02 Juni 2010

Ukhti, mungkin ini suratku yang terakhir untukmu,,,

Ukhti,,,
Ini suratku yang keempat,,,

Sebenarnya aku tak tau lagi harus menulis apa!!! Tapi, terasa ada yang kurang ketika aku berusaha tuk tak mencurahkan fikiranku melalui tulisan seperti yang telah aku lakukan sebelumnya. Mungkin karena dulu Guru Bahasa Indonesiaku terlalu memukauku dengan bahasa-bahasanya yang indah. Begitu juga ayah bundaku yang banyak mendewasakan aku dengan kata-kata wejangan yang menawan, hingga aku pun mencoba tuk bisa membuat susunan kata yang indah, dan itu hanya untukmu.

Aku tau, mungkin aku terlalu berlebihan. Bahkan bahasa yang aku anggap indah mungkin sama sekali tak ada keindahan didalamnya bagimu, meski telah bersusah payah aku menyusunnya. Sungguh tak begitu mudah bagiku memikirkan kata-kata yang tepat untuk kusampaikan padamu melalui tulisanku, meski tulisanku hanya sesederhana ini. Ya, sederhana sekali.

Aku menyerah. Aku merasa tak ada lagi bahasa indah yang bisa aku susun untukmu, aku seolah kehabisan perbendaharaan kata di otakku yang mulai membatu.

Silahkan kau salahkan aku ketika aku tak lagi menulis untukmu. Atau kau pun boleh bersuka cita ketika tulisan sederhanaku takkan lagi menggangu hari-hari bahagiamu. Aku tak pernah menyesal telah menulis untukmu, tak sedikitpun. Yang aku sesali hanyalah karena aku tak mengerti bahasa diam, bahasa diammu.

Ya, kau tampak diam bagiku. Tak sedikitpun kau menunjukkan tanda bahwa kau telah memahami tulisanku. Atau justru kau malah sangat mengerti tulisanku hingga kau memilih tuk lebih baik diam??? Sekali lagi, sayangnya aku tak mengerti bahasa diammu dan aku menyesal karena belum pernah belajar tentang bahasa diam itu.

Maafkan aku yang telah memiliki niat tuk mengakhiri tulisanku tentangmu, meski sebenarnya tak pernah kuinginkan itu, berhenti menulis tentangmu. Untuk menghargai perasaanku dan kemuliaan dirimu, takkan ada seorangpun yang akan aku tandai dalam tulisanku, tak pula aku kan menandai dirimu. Meski sebenarnya maksudku terdahulu ketika menandai beberapa orang hanyalah keinginanku tuk coba menyugesti meraka tuk dapat mengambil hal-hal baik yang mungkin ada pada tulisanku, mungkin.

Jika kau cukup bijak dan kau mau, maka kau pasti akan membaca tulisanku meski aku tak menandaimu dirimu pada tulisanku. Dan jika kau sangat bijak, maka kau pasti mengerti pesan-pesan yang aku sampaikan melalui tulisanku padamu. Bahkan takkan pernah kau pertanyakan ataupun meragukan apakah ukhti yang aku maksud adalah dirimu, hingga kau pun akhirnya kan memberikan isyarat padaku,

Aku menyerah,,,
Dan mungkin ini suratku yang terakhir untukmu,,,
Maafkan aku,,,

01 Juni 2010

Ukhti, Jawabmu Kutemukan dalam Mimpiku,,,

Ukhti,,,
Kau belum membaca suratku yang kedua ya??
Tapi pecayakah kau kalau aku telah mendapatkan jawab darimu,
Meski kau belum membaca suratku itu,,,

Ukhti,,,
Mimpi ukhti, jawabmu kutemukan dalam mimpi,,,

Ukhti,,,
Maaf jika aku memimpikanmu saat lelap tidurku semalam,
Sungguh itu diluar kehendakku,
Mimpiku, membuatku merasa berbuat lancang padamu,
Sungguh,,,

Ukhti,,,
Apakah mimpi itu benar-benar pesanmu ukhti??
Aku hanya memastikan, bukan meragukan,,,

Ukhti,,,
Ku ingat tadi malam kau berkata,
"JIKA KAU BENAR-BENAR MENGINGINKANKU KARENA MENCINTAI TUHANMU, ALLOH SWT, TUHANKU JUGA, MAKA DATANGLAH KE RUMAHKU,,,
SAMPAIKAN MAKSUDMU KEPADA KELUARGA DAN HANDAI TAULANKU,
BIARLAH MEREKA YANG MENILAI APAKAH KAU BAIK UNTUKKU!!!"
Begitu katamu ukhti,,,

Ukhti,,,
Jika itu adalah benar pesan darimu,
Aku menghaturkan maaf,,,

Ukhti,,,
Aku menginginkanmu karena mencintai Tuhanku, Alloh SWT, Tuhanmu juga,,,
Jangan kau ragukan itu,,,

Ukhti,,,
Tapi apakah terasa wajar bagimu jika aku langsung melamarmu??
Padahal kita belum saling mengenal??
Sebab aku merasa tak wajar,,,

Ukhti,,,
Aku pertegas lagi kalau aku menginginkanmu,
karena mencintai Tuhanku, Alloh SWT, Tuhanmu juga,,,
Mohon jangan sedikitpun kau ragukan itu,,,
Tapi sekali lagi aku tanyakan,
Apakah terasa wajar bagimu jika aku langsung melamarmu??
Padahal kau baru saja sedikit tau tentang diriku??
Sebab aku merasa tak wajar,
Karena aku merasa belum mengenalmu ukhti,
Belum banyak waktu yang kita lewatkan tuk saling mengenal, ta'aruf,,,
Padahal itu tahapan pertama yang aku isyaratkan dalam surat keduaku,
coba kau baca dulu suratku itu,,,

Ukhti,,,
Apakah mimpi tadi malam benar-benar pesan darimu ukhti??
Aku hanya ingin lebih memastikan, bukan bermaksud tuk meragukan,,,
Karena jika itu adalah pesan darimu,
Aku merasa kau terlalu cepat menjawab,
Mungkin karena kau belum membaca suratku yang kedua ukhti,,,

Ukhti,,,
Bacalah suratku yang kedua,
Baru kau pertimbangkan lagi jawabmu itu,
Karena aku takut ada kesalahpahaman,,,

Ukhti,,,
Jawabmu telah kutemukan dalam mimpiku,
Tapi tolong baca suratku dulu,,,

Ukhti,,,
Jika benar mimpi tadi malam adalah jawabmu,
Dan kau tetap berpegang teguh dengan jawabmu itu,
Sementara tak sedikitpun isi suratku yang kedua mampu menggugahmu,
Aku rasa kau berhutang maaf padaku,,,
Karena kau melukai hatiku,
Hati yang menginginkanmu karena mencintai Tuhanku, Alloh SWT, Tuhanmu juga,,,

Ukhti,
Akankah jawabmu kutemukan lagi dalam mimpiku??

Ukhti, Untukmu Disana,,,

Ukhti,,,
Kau telah membaca suratku terdahulu kan???
Tentang "Pendampingku di Surga, Ku Harap Kau Bersamaku dari Dunia"
Kau pasti terlalu pintar tuk tak mengerti pesanku,,,

Ukhti,,,
Untukmu disana, kukirim lagi kelanjutan suratku,,,

Ukhti,,,
Pertama kali,
Aku ingin memperkenalkan diriku (lagi) meski kita telah kenal,
Aku ingin mengenalmu (lagi) meski kita telah kenal,
Mungkin itu yang mereka sebut "Ta'aruf",,,

Ukhti,,,
Kali kedua,
Jika kita ditakdirkan melewati yg pertama,
Aku juga mohon izin memperkenalkan diriku pada keluargamu,,,
Karena yang kupahami,
Ibadah (pernikahan) ini membutuhkan restu walimu,
Tak hanya berdasarkan kesepakatan kita saja,,,


Uhkti,,,
Yang teakhir,
Setelah keluargamu bisa menerimaku,
Pastinya aku juga ingin kau mengenal keluargaku,,,
Karena aku terlalu menyayangi keluargaku,,,
Aku bisa seperti ini,
Karena mereka lah yang telah mendidik & membesarkan aku,,,
Maka kan terasa percuma jika kau tak bisa menyanyangi keluargaku,,,
Karena yang kupahami,
Ibadah (pernikahan) ini tak hanya mempersatukan kita,
Tapi juga keluarga kita,,,
Insya Alloh,,,

Ukhti, Bidadariku di Surga, Ku Harap Kau Bersamaku dari Dunia,,,

Ukhti,,,
Aku ingin bersamamu bukan karena elok parasmu! Ya, bukan karena itu. Karena jiika aku hanya memandang elok parasmu, maka ketika kau tua kelak mungkin aku takkan bisa lagi mencintaimu,,,

Ups, cinta,,,
Maaf jika kau harus kecewa! Aku mencintaimu bukan karena dirimu. Aku mencintaimu karena aku mencintai penciptaku, Allah SWT. Aku mencintaimu karena aku beriman kepada hari akhir, kiamat. Karena itu aku akan memperlakukanmu sebaik mungkin, seperti ibadahku kepada-Nya,,,

Ukhti,,,
Aku menginginkanmu menjadi pendampingku di surga kelak, tak hanya di dunia ini. Itulah mengapa aku lebih melihat kepada kualitas imanmu, bukan kecantikanmu,,,

Ukhti,,,
Mungkin kelak aku tak terlalu punya banyak waktu tuk dihabiskan bersama anak-anakku. Itulah mengapa aku menginginkan sosokmu yang cerdas, tuk mendidik anak-anakku, anak-anakmu,,,

Ukhti,,,
Aku punya mimpi besar yang hendak ku capai. Itulah mengapa aku butuh ketabahanmu, karena aku tak tau apa yang akan terjadi kelak, saat kau menemani perjuanganku,,,

Ukhti,,,
Mungkin aku terlalu berharap banyak darimu. Tapi kusadari juga bahwa diriku sekarang bukanlah imam yang baik bagimu. Itulah mengapa aku butuh waktu 2 atau 3 tahun lagi tuk memperbaiki diri, dan juga menyelesaikan studiku. Dan ketiga masa itu datang, aku akan menjadi imam yang layak & membanggakan bagimu, Insya Alloh,,

Ukhti,,,
Bidadariku di surga, ku harap kau bersamaku dari dunia,,,