22 September 2011

Mah, Aku Rindu,,,

“Mah, aku rindu!”
“Bagaimana bisa?? Bukankah kita sering bertemu??”
“Tapi aku rindu..”

Aku merasa malu padamu. Kau begitu kerap menyapaku! Bahkan ketika aku tak mengindahkanmu kau tetap hadir dengan senyum merekah menyentuh keangkuhanku. Padahal, aku dan kau seharusnya berdampingan. Aku yang membutuhkanmu, bukan sebaliknya!

“Mah, maafkan kesombonganku!”
“Apa yang perlu dimaafkan?? Aku merasa kau tak punya salah kepadaku!!”
“Tapi aku merasa salah Mah, aku lemah..”

Aku tak ingin meneruskan kata-kataku. Aku tak ingin tampak lebih lemah di depanmu. Padahal, kau terus berusaha menguatkanku.

Entahlah Mah! Kekecewaan demi kekecewaan menghinggapiku. Andai kau tau bagaimana rasanya menginginkan orang yang tak menginginkanmu. Andai kau tau bagaimana rasanya terlibat dalam permainan birokrasi abal-abal yang bertentangan dengan nuranimu. Andai kau tau bagaimana rasanya tertinggal jauh dari masa depan yang bisa kau raih. Dan kenyataan terakhir lebih menyakitkan, keretakan yang selama ini masih tampak samar di permukaan ternyata dibangun dari pondasi yang hancur lebur dan tiang yang rapuh. Rusak semua Mah!

Ah, aku malu Mah! Aku lemah. Aku tau kau pasti tau semua keluh kesah meski tak pernah kuutarakan. Tak kusangsikan itu! Buktinya kau tak pernah berhenti mengajakku bangkit, mengingatkan aku akan segala keterjadian ini dengan caramu yang anggun. Harusnya kusambut uluran tanganmu, mengenggam erat tali cintamu, karena kau paling setia!

“Mah, aku rindu!”
“Aku tau! Apakah selama ini aku pernah berpaling darimu??”
“Tidak Mah. Kau paling setia..”

Akulah yang durjana! Berpaling muka ketika kau ada, tak mengacuhkan ketika kau hadir, bahkan melarikan diri ketika kau menghampiri. Tapi kau tak pernah menyerah, tetap peduli meski kadang tak kuhendaki.

“Mah, aku terlambat menyadari artimu!”
“Tak ada kata terlambat! Kalaupun terlambat itu lebih hebat daripada tidak sama sekali..”

Bisikanmu menambah deras kuncuran air mataku. Kau begitu mulia! Tuhan menghadirkanmu dengan bentuk yang sempurna, aku yang alpa. Ah, ingin aku mengenang setiap hal dari usahamu menjumpaiku, tapi usahaku itu tak membuahkan hasil. Setiap kali aku berusaha keras mengingat, kepalaku malah semakin sakit.

Memang sejak mengidap penyakit yang sampai saat ini belum berhasil didiagnosa para dokter, daya pikirku tak lagi secemerlang yang aku banggakan dulu. Dalam tatapan kabur bola mata yang dibanjiri tangis aku masih bisa melihat diriku dalam bentang cermin yang terpampang luas di ruangan rumah sakit ini. Tubuh terbaring lemah, kurus tinggal daging pembalut tulang, kabel-kabel dan selang-selang “keselamatan” berseliweran, sungguh keadaan yang tak menyenangkan tuk dipandang.

“Mah, hikmah, aku rindu. Kau pemberi makna yang sering kulupa. Maafkan aku yang sering tak mengindahkanmu! Maafkan aku yang terlambat menyadari arti hadirmu!”
“Tak perlu kau meminta maaf padaku! Minta maaflah pada Tuhanmu. Dialah yang telah mengirimku kepadamu. Dialah yang selama ini kau lupakan!”

Detak jantungku mengencang, napasku sesak, bunyi mesin-mesin penopang hidup disekeliling ranjangku bersahutan, tubuhku terguncang-guncang. Terakhir yang kulihat dokter dan perawat sibuk menggunakan segala macam untuk menyelamatkan nyawaku, sementara di balik pintu berurai erangan tangisan kaum kerabat yang tak lagi dapat kudengar.

“Mah, aku pergi. Tuhan, maafkan aku..”

Pandanganku semakin buram, kemudian kelam.

Mahasiswa 2.500 dan 100ribu USM Joerangmangoe

5 tahun yang lalu,,,,

Suasana kelas berubah menjadi riuh. Tak tampak sisa-sisa kantuk yang tadi sempat menghampiri ketika kami "didongengi" sang dosen pada kuliah siang hari ini. Bahkan belum sempat sang dosen meninggalkan kelas sehabis mengucapkan salam, kasak kusuk di ruang bioskop ini telah mulai ramai. Semoga dosennya gak marah dan tetap memberikan nilai A untuk kami semua, hehehehe,,, Dasar mahasiswa!!What, kelas bioskop?? Kuliah kok di bioskop??

Tenang sodara-sodara. Mungkin bagi anda yang tidak mengenal kampus Jurangmangu agak kurang familiar dengan sebutan kelas ini (di kampus lain gak ada kelas bioskop kan ya???). Kami tak sedang kuliah di gedung bioskop, tak pula sedang kuliah mengenai perfilman. Jangan pula anda bayangkan kelas ini (dulu) memiliki kenyamanan yang sama seperti bioskop yang sesungguhnya!! Kalaupun ada yang sama mungkin hanyalah deretan tempat duduknya yang dibikin bertingkat, sedangkan yang lainnya beda jauh (bukannya gak bersyukur lho, cuma takut aja yang gak tau kelas keramat ini berkhayal terlalu jauh...).

Ok, balik lagi ke cerita!!

"Wah, 100ribu,,,, Lumayan juga tuh untuk beli bensin motor gue!!", celetuk seorang teman dengan tampang yang sumringah.

"Ah, kalo aku kayaknya pengen beli sepatu aja!!", timpal yang lainnya.

"Kalo aku mah yang penting liat yang bening-beningnya!!, sanggah yang lain.

"Lu gak ikutan daftar???", tanya yang lain.

"Gak ah, males!!", jawabku singkat.

= * =

Aku mampir sejenak di warung makan sebelum balik ke kosan. Bayangan kasur empuk sudah sangat memberati mata, tapi perut yang keroncongan juga tak dapat ku tentang. Bangun kesiangan tadi pagi membuatku tak sempat mengisi energi terlebih dahulu, bergegas mencapai kelas yang mulai pukul 8 pagi tapi akhirnya telat juga. Ketika bersiap pulang pukul 12 setelah kuliah kedua malah mendapatkan informasi bahwa ada penggantian jadwal kuliah yang terlewatkan minggu lalu, kali ini kelasnya digabung dengan kelas lain, dan anda tau kelasnya dimana??? Yup, apalagi kalo bukan kelas bioskop. Ya, mungkin karena kapasitasnya yang lebih besar dari kelas lainnya sehingga kelas ini selalu menjadi pilihan untuk "menampung" mahasiswa (kelas) gabungan hingga pukul 2 siang ntar.

"Bu, beli makan 2.500,,, Terserah pake apa!!"

Ck!! Kerongkonganku tercekik. Bukan, bukan makanan ini penyebabnya. Tapi kata mahasiswa tadi yang membuatku kaget tak percaya. Kampus ini memang (dulu) dicap sebagai kampus mahasiswa berekonomi lemah, tapi tak begitu yang ku lihat. Kenyataannya ada beberapa mahasiswa yang menggunakan mobil ke kampus, dan banyak pula diantara lainnya yang mengendarai motor.

"Kamu tadi daftar pengawas USM kan??", tanya kakak tingkat kepada si mahasiswa 2.500.

"Daftar mas,,, Uang sakunya gimana?? Udah cair kan??", jawabnya.

"Udah!! Tapi cuma 40ribu/bulan. Kayaknya nasib kita beda jauh sama Perguruan Tinggi Kedinasan lainnya. Kalo mereka uang sakunya sebesar gaji CPNS!! Sementara kita cuma nerima segitu cukup buat apa coba?? Buat minum juga habis tu duit....", terang sang kakak tingkat sambil menghujamkan makanan ke mulutnya.

Sang adik kelas tersenyum, lalu menenggak air minumnya.

"Untung warung makan ini ngasih minum gratis ya mas, jadi yang 40ribu itu bisa buat yang lain!!", kata sang adik tingkat penuh arti. Entahlah, aku tak lagi memaknai lebih kata-kata yang baru saja diucapkannya. Mungkin dia bicara tanpa tendensi apapun, tapi bisa jadi dia juga berusaha mengingatkan bahwa kita harus senatiasa bersyukur. terlepas dari apapun yang kita terima.

"Makanya, kalo kepilih jadi pengawas USM kan lumayan juga dapat bisa dapat 100ribu, buat penyambung nafas. Namun kadang ada juga teman-teman yang tak begitu peduli. Dapet uang saku yang cukup dari orang tua, tapi masih juga ngincer 100ribu yang jadi harapan kita", tandas sang kakak tingkat.

"Udah lah, ayo pulang!! Kamu ada jadwal nge-privat kan sore ini??", ajak sang kakak tingkat.

Mereka pun pulang menenteng buku di tangan, sang kakak kelas dengan buku advance accounting birunya dan
sang adik tingkat dengan principle accounting orangenya yang segede gaban. Hanya tersisa aku yang bermain dengan fikiran mencermati obrolan mereka tadi. Sejenak aku berujar dalam hati,"Untung tadi aku gak ikutan daftar pengawas USM. Jadi, setidaknya aku bisa terhindar dari kemungkinan "memisahkan" mereka dari sesuatu yang bisa jadi adalah hak mereka". Lalu terbersit tanya di hati,"Sudahkah kami benar-benar menjadi pilihan?? Seperti yang didengang-dengungkan selama ini karena kami tergabung dalam jumlah yang tak sampai 3.000 mahasiswa untuk menikmati kesempatan kuliah tanpa biaya di kampus jurangmangu, sementara jumlah peminat pada masa kami hampir mencapai 82.000 orang."

Suuurrrrrrrr,,,,,,, Hujan tiba-tiba deras menerjang membuyarkan fikiran.

"Alamak, jemuranku!!!!!!!!!!!!!!!"

= * =

Ket:
USM = Ujian Saringan Masuk. Tes/Ujian Masuk yang diselenggarakan kampus yang berpusat di Jurangmangu, Tangerang atau lokasi kerennya terkenal di Bintaro Sektor V, Jakarta Selatan untuk menjaring calon mahasiswa.

Bidadari untuk Adli,,,

Jumat, 13 Mei 2011,,,
“Adli, besok pagi kita pulang ke Jambi!!”, kata seorang wanita paruh baya mengagetkan Adli yang baru saja hendak menaiki tangga menuju kamarnya di lantai atas.
“Eh, Mama! Kok belum tidur Ma?? Kan udah lewat tengah malem!”, kata Adli yang baru saja pulang sembari berjalan menghampiri mamanya dan langsung sungkem ke mamanya.
========888========

Sabtu, 14 Mei 2011,,,
Pesawat sudah lepas landas meninggalkan Jakarta melalui Bandara Soekarno Hatta. Dari jendela pesawat, Adli memperhatikan kepulan kabut asap yang sepertinya sangat setia menemani kota metropolitan ini. Sementara di bawah sana deratan pemukiman penduduk semakin merajalela, menggerus lahan-lahan terbuka hijau dan lahan pertanian. “Kota ini seolah tak punya denyut jantung, tak pula detak nadi! Persis keadaanku saat ini, hidup tanpa kekasih hat,,,”, gejolak hati Adli.
========888========

Senin, 16 Mei 2011,,,
“Kamu belum memikirkan pernikahan, Adli??”, tanya pamannnya ditengah perjalanan menuju rumah Haji Ahmad. Haji Ahmad adalah ustadz yang sudah pensiun dari salah satu pesantren ternama di Propinsi Jambi yang terletak di Sekoja (Seberang Kota Jambi), pesantren tempat Adli menyelesaikan pendidikan aliyahnya dulu.
 “Hm… Siapa sih om yang gak mikirin tentang pernikahan?? Pasti semua orang yang udah gede mikirin lah…”, kilah Adli diplomatis. Sejenak Adli terkenang kepada seseorang yang pada masa kuliah dulu sempat menggetarkan hatinya.
“Loh, berarti kamu belum diberi tahu Papamu tentang rencana perjodohan kamu dengan anak Haji Ahmad??”, tambah pamannya.
“Apa?? Jadi rencana makan siang ini hanya akal-akalan buat mempertemukan aku dengan anak Pak Haji?? Sekarang bukan zamannya Siti Nurbaya lagi Om… Aku gak suka cara seperti ini, aku gak mau! aku bisa mencari calon sendiri!!”, kata Adli kesal seraya hendak memutar balik arah mobilnya.
“Kamu jangan langsung emosi gitu donk!! Toh ini baru rencana,,, Tak ada salahnya kan kalian bertemu dulu,,, Lagian Papa Mamamu udah disana!! Kamu mau bikin malu Papa Mamamu?? Keluarga Pak Haji terkenal sebagai keluarga baik-baik,,, Kamu juga udah kenal bener kan sama Pak Haji?? Kan dulu menjadi wali kelas waktu tahun terakhir aliyahmu,,, Udah lah!! Kita kesana aja dulu,,, Papa, Mama, Om, dan keluarga besar kita gak sembarangan ngejodohin kok!! Bahkan dulu dia juga kuliah di Jakarta lho,,, Tapi om gak tau dia kuliah dimana!!”, terang si paman berusaha meredakan emosi Adli.
Dengan terpaksa Adli meneruskan perjalanan. Keberadaanya sebagai anak tunggal memaksanya selalu bersikap yang terbaik bagi orangtuanya. Seingatnya, dia tak pernah mengecewakan orangtuanya. Maka kali ini pun tidak!! Dia jadi teringat akan pesan temannya bahwa mendengarkan kata-kata yang baik dari orangtua dapat mendatangkan keberkahan.

Sesampainya di rumah pak haji, Adli lebih banyak diam hingga akhirnya, “Adli, perkenalkan ini Fitri, anak bapak!!”, kata pak haji.
Adli pun mau tak mau terpaksa menoleh ke arah datangnya Fitri. Pandangan mereka beradu dan hampir bersamaan mereka terkejut, “Lho, kamu??”
“Kita sekampus kan dulu??”, sambung Adli melanjutkan keterkejutannya ketika bertemu seseorang yang tak pernah dia lihat lagi sejak 3 tahun yang lalu, semenjak lulus kuliah. “Sungguh Allah SWT bekerja dengan cara yang tak bisa diduga,,, Alhamdulillah!!”, bathin Adli.
Fitri yang kini agak sedikit tertunduk lesu menjawab singkat, “Iya,,, Kita dulu sekampus!!”
Wajah Adli yang tadinya suram mendadak cerah. Fitri adalah sosok yang dia kenal sebagai perempuan sholehah, cerdas, sabar dan berjiwa sosial. Tapi posisi Fitri yang semasa di kampus menjadi anggota dan pengurus rohaniawan islam (rohis) membuat Adli segan untuk berbicara mengenai cinta dengannya. Adli tahu dan dia menghormati bahwa orang-orang seperti Fitri tak mengenal pacaran sebelum menikah.

* * @ * *

 “Kenapa kamu gak mau nak?? Keluarga Adli kan keluarga baik-baik?? Toh kalian juga udah saling kenal sejak kuliah??”, tanya Bunda Fitri tak berapa lama setelah keluarga Adli pulang.
“Justru itu Bun!! Justru karena aku udah kenal dia makanya aku gak mau,,, Dia itu playboy Bun semasa kuliah, banyak cewek yang deket ama dia,,, Orang seperti itu mana bisa jadi imamku?? Aku gak nyangka Ayah Bunda ngejodohin aku ama orang kayak dia!!”, jawab Fitri disela buliran air mata yang membasahi pipinya. Tadinya dia mengira bahwa orang yang ingin dijodohkan kepadanya adalah seorang ustadz, alumni Mesir, atau minimal orang yang taat beragama. Sedangkan Adli, menurut fitri jauh dari ketiganya.
“Emangnya dulu kalian kenal dekat?? Emangnya kamu bener-bener mengenal dia secara pribadi?? Emangnya kamu tau kalo dulu dia santri terbaik ayahmu waktu aliyah??”, tanya Bundanya.
“Hah?? Orang kayak Adli lulusan pesantren?? Santri terbaik?? Gak mungkin ah Bun!!”, protes Fitri.
“Makanya Bunda tanya, kamu bener-bener kenal dia gak?? Jangan-jangan kamu secara tak langsung udah mendzolimi dia karena menilai tanpa kenal pribadinya?? Inget dosa lho Nak,,,”
“Hm,,, Emang gak terlalu kenal sih Bun!! Cuma tau-tau gitu aja,,, Dia kan terkenal di kampus!!”
========888========

Selasa, 17 Mei 2011,,,
Fitri dan sepupunya baru saja akan memulai pelajaran berhitung bagi anak-anak di sekitar Candi Muaro Jambi saat Adli datang menghampiri. Fitri pun meminta sepupunya untuk memulai duluan. Memang, selain menjadi guru di Pesantren tempat ayahnya mengajar dulu, Fitri juga kerap terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial, terutama ketika hari libur seperti mengajar anak-anak di sekitar candi kebanggaan warga Jambi ini. Dia pun membawa beberapa buku untuk meningkatkan minat baca anak-anak dan remaja di lingkungan candi.
“Ngapain kesini?? Mo jalan-jalan di candi atau mo ngeliat perayaan Waisak??”, tanya Fitri.
“Gak, kan lagi perayaan Waisak!! Gak boleh masuk donk ke lingkungan candi,,,”, jawab Adli. “Aku kesini sengaja buat nemuin kamu!! Aku pengen ngasih sesuatu,,,”, lanjut Adli serius.
Jantung Fitri berdegup kencang. Pikirannya melayang ke banyak kejadian di film yang jika sang Laki berkata seperti itu, maka besar kemungkinan dia akan melamarnya. Yang bikin Fitri resah adalah, sungguh tak sopan sekali Laki-laki ini melamarnya disini, meskipun kawasan candi ini merupakan kawasan situs terluas se-Asia Tenggara. Yang Fitri mau tentulah Lelaki itu melamar di rumahnya, melalui orangtuanya, tak langsung kepada dirinya.
“Aku cuma mo ngasih ini kekamu!!”, kata Adli seraya menyodorkan secarik kertas yang terlipat dengan baik.Kemarin aku sempat liat kamu naik sepeda lho, di pertigaan pesantren
“Ow,,, Kirain!!”, desah Fitri dalam hati. Fitri lega sekaligus malu karena berpikir yang tidak-tidak terhadap Adli barusan. Setidaknya dia menyadari bahwa dia memang terlalu cepat mengambil kesimpulan akan sesuatu hal yang pada hakikatnya kadanga belum benar-benar dia ketahui. Fitri pun mulai yakin akan ucapan Bundanya bahwa Adli adalah anak yang sholeh, cerdas, dan berprilaku baik.

* * @ * *

Fitri baru saja selesai mandi begitu dia teringat secarik kertas yang diberikan Adli tadi. Sejenak dia ragu untuk mengetahui isi kertas tersebut, tapi tetap saja rasa penasaran menyergapi pikirannya. Fitri lantas mengenakan jilbab dan mengambil kertas dari Adli yang tadi diselipkannya di dalam tas. Dia beranjak ke beranda depan, duduk di kursi sambil menikmati langit yang beranjak sore dan angin sungai Batanghari yang sepoi-sepoi berhembus semilir ke rumah panggungnya.

Assalamu’alikum wr. wb.
Ukhti, bidadari sekoja,,,
Maaf jika kehadiran secarik kertas ini mengganggu ketenanganmu.
Bukan maksudku seperti itu.
Mungkin aku hanya tak bisa mendiamkan asa yang membuncah di dada.

Ukhti, bidadari penyapa imanku,,,
Sungguh kau telah menggetarkan dinding pertahanan cintaku.
Cinta yang kusandarkan atas cinta kepada Penciptaku, Penciptamu juga.
Cinta yang kuagungkan atas cinta kepada Kekasih Allah SWT, Rasulallah SAW.
Cinta yang kuabdikan atas cinta kepada kedua orang tuaku, Insya Allah kepada orang tuamu pula.

Ukhti, bidadari perhiasan dunia,,,
Mungkin aku bukanlah tandingan yang sepadan bagi kesholehan, kecerdasan, dan kesabaranmu.
Maka beri aku waktu tuk memperbaiki diri.
Dan ketika masa itu datang, Insya Allah aku akan menjadi imam yang layak & membahagiakan bagimu.

Ukhti, bidadariku di syurga,,,
Ku harap kau bersamaku dari dunia.


“Yuni,,, Yuni,,,”, panggil Fitri kepada sepupu yang tinggal di sebelah rumahnya.
“Iya Fit,,”, jawab sepupunya. “Ada apa manggil-manggil?? Hehehehe,,,”
“Kita maen ke ruman Nek Aisyah yuk!!”, ajak Fitri.
“Ciecie,,, Mo ketemu Adli nih ye!! Masa tadi pagi udah ketemu sekarang kangen lagi?? Hihihihihi,,,,”, ledek Yuni.
“Siapa yang kangen?? Aku hanya pengen ketemu orang tuanya kok,,,”, elak Fitri.

* * @ * *

“Assalamu’alikum,,,”, sapa Fitri kepada Laki-Laki yang sedang duduk di beranda.
“Wa’alaikumsalam”, jawab Laki-Laki itu.
“Tumben sepi om?? Pada kemana??”, tanya Fitri.
“Pada nganterin Adli dan orang tuanya ke Bandara,,, Emangnya kamu gak tau kalo sore ini Adli balik ke Jakarta??”
“Apa?? Adli balik ke Jakarta??”, ulang Fitri seakan kecewa.

Sebuah Perjalanan : Balek ke Sungai Manau

Tahun 2002...

Detak jantungku masih saja tak karuan. Seakan gemuruh yang berdentum di dadaku itu semakin berpacu mengacaukan setiap helaan nafas yang kucoba mengaturnya serileks mungkin tapi tak pernah berhasil. Denyut nadi yang mengaliri darah ke seluruh tubuh pun terasa tak menentu lagi. Hipoksia sepertinya mulai menyergap otakku. Padahal kadar hemoglobinku normal dan aku tak mengidap anemia. Aku tak sedang pingsan, tak pula berada pada lingkungan yang kadar oksigennya tipis.

“Oh, Tuhan... Aku seperti pesakitan di laju bus ekonomi ini!!”

Bukan, bukan kondisi bus yang membuat detak jantung, denyut nadi, dan suplai oksigen ke otakku menjadi tak normal. Aku tak pernah bermasalah menaiki kendaraan ekonomi meskipun kadang sungguh akan terasa nyaman sekali ketika menaiki mobil travel yang terkesan lebih eksekutif. Entahlah, kali ini aku lebih memilih menaiki bus berwarna kuning ini untuk pulang ke kampung halamanku, Sungai Manau. Aku hanya ingin merasakan kesederhaan.

“Huuuuhhh... Apa yang akan aku katakan kepada mereka??”

Bukan, bukan karena kekalahan di final bola basket antarkelas tadi yang menjadi bebanku. Bukan itu, meskipun kekalahan kelas kami tadi diwarnai tindakan tak sportif dari tim lawan. Sama sekali bukan itu. Dalam sebuah kompetisi menang dan kalah adalah sebuah keniscayaan baik bisa kita terima atau tidak. Yang jelas hari ini tak ada yang berjalan baik bagiku. Untuk pertama kali dalam 12 tahun aku menuntut ilmu di pendidikan formal, aku tersisih dari peringkat 10 besar. Sungguh tak menyenangkan dan menyesakkan dada! Tapi apa lacur, ibarat nasi kini telah menjadi bubur.  Hampir dipastikan tak dapat lagi kita mengulangnya ke belakang,  tetapi masih bisa kita perjuangkan perubahannya tuk masa yang akan datang.  Mungkin karena selalu berada di jajaran atas kadang kita terlupa bahwa roda itu berputar sehingga kita tak siap ketika kita terjatuh.  Mungkin ini hanya sebuah peringatan agar terus berjuang dan mau belajar menapaki setiap bagian kehidupan.

= * =

“Bangkunyo kosong dek??”, sapa seorang penumpang yang baru saja naik di Muara Bulian.
“Iyo bang...”, jawabku pendek.

Bus lalu melanjutkan perjalanan. Memang sejak dari kota Jambi tadi bus ini telah menaiki beberapa penumpang di jalan. Entah tindakan ini dibenarkan atau tidak aku tak peduli karena aku sedang tak ingin berfikir banyak. Berfikir tentang keadaanku saat ini saja sudah sangat menyiksa. Aku tak ingin pribahasa “Arang habis besi binasa, tukang puput payah saja”  hinggap di riwayat hidupku. “Emak, bapak, maafkan aku”.

“Balek kemano dek??”, tanya penumpang itu.
“Sungai Manau bang...”
“Ow, Sungai Manau... Sedang musim duren dan duku tu! Hehehehe...”
“iyo bang...”
“Abang ado tu kenal dengan kontraktor Sungai Manau, pelitnyo minta ampun...”
“Ngapo gitu bang??”
“Iyo... Dio tu lagi ngerjoin proyek di dusun abang! Jadi, abang cubo la cari kesalahan dio biak abang dapat bagian. Abang ni kan LSM dan wartawan... Biasonyo kontraktor tu takut samo kami-kami ni! Takut ketauan kalo proyek yang dikerjoinyo tu dak benar...”
“Terus??”
“Nah, itu dio permasalahannyo... Abang dak ketemu kesalahan bapak tu dimano! Padahal bupati be takut samo kami. Baru be duo minggu yang lalu kami pura-pura ngancam nak demo bupati, langsung la abang dan kawan-kawan dipanggil ke rumah bupati terus dikasih duit tutup mulut... Kalo kau nak gabung dengan abang payo la, lumayan buat nambahin jajan kau! Hahahahaha...”
“Terus dengan bapak tadi kayak mano la ceritonyo??”
“Ow, bapak tu baek hati jugo ternyato... Walaupun abang dak ketemu salahnyo dimano tapi abang dan duo orang kawan abang diajaknyo makan...”
“Ow... Emang namo bapak tu sapo bang??”
“Mr. X,,,,”

Gemuruh di dada yang tadi sempat terlupa karena teralihkan oleh obrolan dengan pria itu, kini kembali bergejolak. Bahkan gejolak kali ini melebihi gerumtum jeram Sungai Merangin yang terkenal buas, bahkan bagi para atlet Rafting nasional sekalipun yang pernah berlomba di sungai ini mengakui bahwa tingkat kesulitan tuk menaklukkan jeram Sungai Merangin tergolong tinggi. Aku mengepalkan kepalan tinju dan setiap sendi di tubuhku menegang. Gemeretak geraham menunjukkan aku berada dalam emosi tingkat tinggi! Betapa tidak, kontraktor yang coba diperasnya itu adalah bapakku. Ya, bapakku yang selama ini telah bekerja keras menafkahi keluarga kami, menghidupkan anak-anaknya. Aku menengadahkan pandanganku ke langit, meminta persetujuan. Otot-otot ditubuhku mengeras, siap menghantam orang yang telah mencoba mengusik keluargaku. Bagiku keluarga adalah yang utama. Siapapun yang mengusik keluargaku, berarti dia berhadapan denganku.

Yang terjadi selanjutnya sungguh luar biasa. Aku melihat kumpulan awan seolah-olah membentuk wajah emak bapakku. Bersama desiran angin aku mengingat pesan mereka,”Tak ada balasan yang lebih baik untuk orang-orang yang mungkin berbuat tak baik kepada kita selain memperlakukan mereka jauh lebih baik.  Sesungguhnya cara seperti itu lebih mulia.  Amarah hanya tumpangan syaitan yang takkan pernah memberikan solusi terbaik.  Justru hanya akan menenggelamkan kita jauh lebih terpuruk dalam permasalahan itu.  Redakan emosimu nak,  kelolalah ia dengan baik agar tak menjadi bumerang bagi kita.  Emosi adalah bara api yang jika tak bisa kau kuasai dengan baik dia malah akan membakar tanganmu sendiri.  Tersenyumlah,  karena kau pemilik senyum yang manis”.

Akupun lalu mengurungkan niatku. Syaitan pun tertunduk lesu dan berkata,”Ah, cemen!! gak asyik lo coy,,,”

“Nama abang siapo bang??”, tanyaku merangkai obrolan yang tadi sempat vakum.
“Andi... Tapi biasonyo orang-orang mangggil abang “Buyung Palalo”

Setidaknya aku sudah tau namanya. Nanti sesampainya di rumah akan aku coba konfirmasi dengan bapakku mengenai permasalahan ini. Siapa tau dia hanya seorang pembual, perangkai cerita handal tapi tak ada apa-apanya. Jika dikonfirmasikan dari dua atau lebih sumber, mungkin informasi bisa kita cerna mengenai validitasnya.

= * =

Tulisan ini hanyalah fiktif belaka!! Jika terdapat kesamaan nama, gelar, tempat, dan berbagai hal lainnya merupakan kebetulan yang (tak) disengaja. Hidup telah mengajarkan kita banyak hal, tetapi hanya sebagian (kecil) dari kita yang mau dan mampu menangkap hikmah dan pelajaran darinya. Salam persaudaraan...

28 Maret 2011

Orang Tua dan Bangku Kereta,,,

2 Oktober 2010....
Pukul 03.00 WIB....

"Mijon, mijon, mijon..........."

Sayup-sayup aku mendengar suara pedagang asongan menjajakan dagangannya. Dengan sedikit malas aku mencoba membuka kelopak mataku yang terasa begitu berat karena baru saja tidur 3 jam yang lalu. Ow, di kereta eksekutif ternyata pedagang asongan juga boleh masuk toh, bathinku. Aku menggeliatkan tubuhku sejenak, mencoba tuk meregangkan otot-otot tubuhku yang terasa pegal karena telah duduk di kursi yang sama sejak pukul 21.00 WIB yang lalu, ketika kereta ini mulai berangkat dari Stasiun Gambir, Jakarta. Aku memperkirakan tidak beberapa lama lagi kami akan segera sampai di Stasiun Tugu, Yogyakarta.

Aku kembali memperhatikan pedagang asongan yang menjajakan dagangannya. Ada raut sendu dengan mata yang memerah yang ku tangkap dari para pedagang asongan ini. Aku jadi bertanya pada diriku sendiri apakah mereka selalu berdagang sampai dini hari seperti ini?? Apakah raut sendu dengan mata yang memerah itu petanda mereka sangat lelah karena kurang istirahat?? Aku saja masih sempat terlelap selama perjalanan ini walau hanya beberapa jam, apakah mereka tidak??

Ah, hidup ini kadang memang tak adil!! Sebagian hidup senang, sebagian hidup susah. Tapi mungkin itulah cara Alloh SWT menguji ketaqwaan hamba-Nya dengan tingkatan yang berbeda-beda, bisik jiwaku.

Kereta mulai melanjutkan perjalanan. Sebenarnya aku ingin bertanya kereta ini telah sampai dimana dan berapa jam lagi menuju Yogyakarta. Maklum, ini perjalanan pertama Jakarta - Yogyakarta yang aku tempuh melalui jalur darat. Biasanya aku menggunakan pesawat yang belum sempat aku terlelap, pesawat keburu mendarat, terlalu cepat. Tapi aku tak menemukan tempat bertanya, sepertinya semua orang di gerbong kereta ini sedang asyik dibuai mimpi.

Hei, benarkah semuanya sedang asyik dibuai mimpi?? Atau aku hanya terbawa-bawa dalam anggapan umum kebayakan orang yang berkata kalau tidur nyenyak itu karena dibuai mimpi, seperti kebayakan wanita yang berkata kalau pria susah dipercaya, protes akal lurusku.

Benarkah semua anggapan umum itu?? Janganlah hanya karena beberapa hal (kecil) kita langsung mengeneralisir. Bukankah itu salah satu bentuk pendzoliman?? Meski ada pepatah gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga, tapi apakah kita akan selalu befokus pada titik hitam pada sebuah kertas putih dan menganggap kertas tersebut telah benar-benar ternoda?? Padahal jika kita mau sedikit saja berpikir maju dan melebarkan pandangan, memperluas pemikiran kita, maka sebenarnya mungkin saja kita bisa mensterilisasi sebelanga susu dari setitik nila atau membersihkan kertas putih dari setitik hitam yang kecil. Bukankah sayang jika tanpa berusaha terlebih dahulu kita “dipaksa” membuang sebelanga susu yang kini harganya semakin melangit dan menghambur-hamburkan kertas dari pepohonan hutan yang kini hampir habis dirambah cecukong tengik?? Ah, aku jadi bingung sendiri.

Aku melebarkan pandangan ke seluruh penjuru gerbong, semuanya tidur. Uh, aku butuh teman bicara! Sejenak aku berpikir gila tuk mengajak benda-benda mati di sekelilingku tuk bicara. Karena aku sungguh-sungguh tak suka diam dalam kesunyian, aku sangat-sangat tak suka hampa dalam kesepian.

“Hei bangku, apakah kau tak merasa lelah dan terbebani karena harus memangkuku sejak 6 jam yang lalu??”, tanyaku tuk memulai kegilaanku.

“Sungguh aku akan sangat merasa malu kepada orang tuamu jika aku sedikit saja merasa lelah dan terbebani olehmu”.

Jreng, jreng, jreng,,, Seketika itu juga aku terperanjat kaget. Siapa gerangan yang menjawab pertanyaanku itu?? Aku arahkan pandanganku ke seluruh gerbong, tapi semuanya masih tidur. Apakah aku berhalusinasi?? Hingga aku seakan-akan mendengar jawaban atas pertanyaanku. Atau jangan-jangan di gerbong ini ada “penunggunya” seperti di dalam film-film hantu yang banyak bergentayangan di negeri ini?? Sejenak aku sempat bergidik ngeri membayangkannya. Untung kesadaran dan keyakinanku kepada-Nya segera pulih. Ah, aku terlalu banyak menonton film hantu-hantu yang tak bermutu itu, bathinku.

“Hei, aku yang menjawabmu!!”, kata bangku yang ku duduki.

“Ah, tak mungkin. Tak mungkin kau bisa bicara! Kau kan benda mati,,”, kilahku.

“Hahahahaha.... Rupanya kau belum banyak belajar sobat! Mengapa kau menyangsikan berkah langka yang diberikan Sang Kholik kepadaku tuk bisa bicara?? Bukankan Dia Maha Berkuasa?? Maha Berkehendak?? Maka mudah bagi-Nya tuk melakukan segala hal. Bukankah cukup dengan Kun Fayakun saja?? Maka jadilah apapun yang Dia inginkan! Kau tau itu, tapi kau suka lupa”, terang bangku mengembalikan tingkat kesadaran tertinggiku akan Sang Penguasa Langit dan Bumi.

“Tadi mengapa kau bilang kau akan sangat malu kepada orang tuaku jika kau merasa lelah dan terbebani olehku?? Bukankah kau telah memangkuku sejak 6 jam yang lalu??”, tanyaku.

“Begini sobat,,”, jawab bangku memulai penjelasannya.
“Coba kau pikir berapa belas atau berapa puluh tahun orang tua membesarkan, menafkahi, dan menjagamu. Bukankah telah mereka lakukan itu sejak kau masih dalam kandungan?? Cobalah kau lihat betapa susahnya seorang ibu ketika mengandung, bersusah payah memanggul perutnya yang membesar kesana kemari. Kau saksikanlah pula seoarang ayah yang sibuk membanting tulang demi sang istri, demi buah hatinya, demi keluarganya. Tidakkah pernah kau menilai betapa mulianya orang tuamu atas “derita” yang kau timpakan kepada mereka??”

Aku terdiam...

“Tapi kau jangan sekali-kali memperlakukan orang tuamu seperti kami!”, sambung bangku.
“Terkadang, ketika kami bisa memberikan kenyamanan bagimu, kau malah terlena dan berbuat seenaknya. Tapi ketika kami belum mampu mendatangkan kenyamanan bagimu, kau malah memaki-maki kami, tak tau terima kasih. Ingatlah ibumu yang berhadapan dengan maut takkala melahirkanmu dulu. Begitu pula perjuangan yang tak mengenal lelah dari sosok ayahmu dalam menghidupi keluarga kalian. Cobalah kau pandang gurat wajah mereka yang mulai memudar, senyum manis yang kadangkala dipaksakan, dan kondisi tubuh yang tak sekuat dulu. Tapi mereka masih berusaha melakukan segala yang mereka bisa demi kebaikanmu.”

Hatiku gerimis...

“Mungkin akan kau rasakan kelak pahit getirnya hidup menjadi orang tua. Bukannya aku ingin menakutimu, tapi anak adalah amanah Alloh SWT yang jika tak kau didik dan kau perlakukan dengan benar mungkin saja akan menyeretmu ke neraka jahannam. Janganlah kau balas kemuliaan orang tuamu dengan tindakan yang tak baik. Bukankah berkata “ah” saja kepada mereka tidak diperbolehkan?? Kau tanya hatimu sobat, apakah kau permata hati bagi mereka?? Yang selalu mendatangkan kebahagian bagi mereka?? Atau sebenarnya kau tak lebih baik dari benalu dan seonggok sampah yang selalu menyusahkan dan mendatangkan hal-hal yang tak baik bagi mereka!! Mohon ampunlah kau kepada Alloh SWT dan bersimpuhlah di kaki ayah ibumu, memohon maaf karena telah menyusahkan mereka selama ini. Janganlah kalian menjadi anak durhaka, yang kelak tersiksa perih oleh api neraka...”, papar sang bangku.

= = = = = * = = = = =

Pukul 05.00 WIB,,,

Aku baru saja menyelesaikan sholat subuh bersama rombongan setelah sampai di Stasiun Tugu, Yogyakarta. Dalam doa yang berbalut air mata, aku memohon ampunan kepada Alloh SWT dan mendoakan semua yang terbaik bagi orang tuaku. Terasa sungguh berdosa diri ini karena mungkin pernah secara sengaja ataupun tidak membantah mereka, membuat mereka kecewa, dan dalam kesibukan aktivitas sehari-hari kadang aku terlupa pada mereka. Akupun langsung menghubungi mereka! Menanyakan kabar mereka, mengucapkan terima kasih atas pengorbanan mereka. Tak lupa pula aku memohon maaf andai selama ini aku belum bisa menjadi anak yang sholeh, anak yang seharusnya membawa keberkahan bagi mereka. Mereka sempat heran dan curiga karena telponku! Mereka bertanya apakah aku baik-baik saja, karena mereka melihat ada berita kecelakaan kereta yang merenggut puluhan nyawa di Pemalang, Jawa Tengah. Tentu aku menjawab bahwa aku baik-baik saja. Rasanya tak mungkin jika aku harus bercerita tentang nasihat yang ku dapat dari bangku kereta tadi. Bisa-bisa aku disangka gila! Lagipula aku juga tak mau mereka tau bahwa sesungguhnya ada air mata yang terus saja mengalir di wajahku. Aku takut mereka akan merasa lebih bersedih ketika mereka tau kalau aku menangis....

17 Februari 2011

Senin, 14 Februari 2011, Senja Valentine yang Memerah,,,

"Kak, sekarang aku sama orang laen!", kata Nani.

Degh!! Seketika pembuluh darahku terasa menyempit. Canda tawa yang sempat terurai sejak kebersamaan kami dari tadi siang kini seolah tak lagi memilik arti. Angin yang berhembus semilir di tepian pantai Anyer pun nyatanya tak mampu menyejukkan jiwa yang tiba-tiba memanas mendengar pengakuannya. Aku menghela nafas panjang, beberapa kali. Perlahan pandangan mataku kualihkan mengikuti garis pantai. Melihat nyiur yang melambai syahdu, liukan ombak yg berkejaran menyisir pantai, keceriaan anak-anak bermain air dan pasir. Pandanganku berakhir pada mentari yang hendak terlelap d ujung laut sana, benar2 senja yg indah, senja yang memerah! Senja yang aku suka. Persis sama seperti merahnya senja yang kami lalui dulu di kawasan Uluwatu, Bali. Harusnya aku bersenang-senang hari ini!! Ini hari kasih sayang, pikirku.

"Kak, kakak gak marah kan??", tanyanya membuyarkan lamunanku.

Lagi-lagi aku menghela nafas panjang, mencoba meredam gejolak jiwa yang berkecamuk sedemikian rupa karna aku merasa kecewa, sangat-sangat kecewa.

"Gak Nan, kakak gak marah! Toh kita emang udah putus dari 3 bulan yang lalu." jawabku sambil menyeka guliran air mata yang tanpa terasa menetes juga.

"Maafin Nani ya kak?? Doni hadir di saat Nani kehilangan perhatian dari kakak. Nani butuh perhatian kak!! Sementara kakak terlalu sibuk dengan kantor dan kuliah kakak,,"

"Ya Nan, kakak ngerti!!"

Aku kembali mengalihkan pandangan karena rasanya saat ini aku tak sanggup menatap wajah mantan kekasihku itu. Kali ini mataku memilih tuk mengikuti tarian burung camar dan walet yang terbang bebas di sepenggalan langit. Ah aku ingat bapak!! Ya bapakku yg diseberang pulau sana, di tengah Sumatera. Andai aku mendengarkan petuahnya beberapa bulan lalu, mungkin aku takkan merasakan kehilangan ini.

Lamunanku pun melayang mundur ke belakang, ketika kami sekeluarga baru saja pulang dari rumah tanteku, selasa, tanggal 16 Nopember 2010 yang lalu.

"Nak, umurmu berapa sekarang??", tanya bapakku malam itu.

"24 taun pak. Kan hari minggu kemarin ultahnya, hehehehe,,,"

"Oh iya, ya,,, Maaf kl bapak lupa!", kata bapakku tersenyum.

"Kamu udah punya niat buat nikah??", tanya bapakku lagi.

Glek!! Sejenak aku terkejut dengan pertanyaan bapakku. Mungkin bagi bapak aku sudah seharusnya menikah. Atau mungkin bapak merindukan ramainya suasana walimahan sebagaimana yang telah 4 kali diadakan di rumah kami, saat walimahan kakak-kakakku. Ya, dari 6 bersaudara hanya aku dan adik cowokku yang baru kelas X (1 SMA) yang belum menikah. Walimahan terakhir di rumah terjadi tahun 2005 lalu, saat kakak cowokku, sulung diantara kami bersaudara menyunting rekan kerjanya. Sementara 3 kakak cewekku lebih dulu dipertemukan dengan jodoh mereka.

"Mungkin 2 taun lagi pak!" jawabku kala itu.

Untungnya cuma kami berdua saja, aku dan bapak di ruang keluarga ini, yang sedari tadi mengobrol sambil menikmati sajian televisi. Andai semuanya berkumpul, mungkin aku akan lebih gugup lagi menjawab pertanyaan bapak itu karena dapat dipastikan yang lain akan mencoba menggodaku jika membahas hal yang terkait dengan pernikahan. Emak dan Nenek sedang melanjutkan tanakan Rendang di dapur. Kakak tertuaku di rumah mertuanya. Si bungsu telah mengambil posisi tidur. Sementara 3 kakak cewekku dan suaminya juga di dapur, mengeroyok penyelesaian tahapan akhir pembuatan opor buat kaum kerabat yang biasanya ramai setelah sholat ied besok. Ah, orang Indonesia memang selalu merasa beruntung! Di timpa musibah pun kadang masih berkata untung. Mungkin merasa beruntung karena tak diuji dengan musibah yang lebih berat, atau merasa beruntung karena ada hikmah dari musibah yang ditimpakan. Hanya tergantung sudut pandang dan bagaimana kita menghadapi sesuatu kan??

"Bapak denger kamu pacaran lagi ya??"

"Ya pak.", jawabku singkat.

"Nak, buat ap sih kamu pacaran?? Bapak tak melihat ada sesuatu yang baik dari pacaran!! Apakah kamu pacaran karena butuh kasih sayang?? Apakah selama ini kamu tak merasa cukup dengan rasa cinta yang telah dilimpahkan dari Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang?? Atau kau jarang berfikir tentang cinta-Nya yang tak pernah sedikitpun menuntut balas dari kita??"

"Aku,,,, Aku,,,,", aku tak melanjutkan kata-kataku, seakan tak tau harus menjawab apa.

"Apakah kau pacaran karena butuh teman?? Bukankah kau punya banyak teman sekantor, sekampus, dan teman lainnya?? Bukankah jumlah mereka jauh lebih banyak daripada hanya satu pacarmu??"

Aku tertunduk lesu, lidahku kelu.

"Nak, bukannya tak boleh kau mencintai lawan jenismu. Ada masanya. Bapak dan Emakmu dulu juga gak pacaran. Tapi kau bisa saksikan betapa bahagianya kami dengan keluarga besar kita ini. 35 tahun sudah nak kami bersama. Kami belajar saling mencintai setelah kami menikah."

"Bagaimana hubunganmu dengan mantanmu yg dulu??"

"Hm,,, Kurang baik pak."

"Kenapa??"

"Agak susah untuk bersikap pak. Kalau aku terlalu baik, aku takut membuat dia menaruh harapan lagi padaku. Jika tak kuhubungi, dia bilang aku sombong dan dia bersedih hati.", jawabku.

"Nah, bukankah itu salah satu petanda bahwa pacaran itu dapat menyebabkan sesuatu yang tak baik?? Terus jika kau terlalu asyik berpacaran dan selalu mencari waktu tuk berdua saja bukankah itu secara tak langsung telah membatasi dirimu tuk bersilaturrahmi dengan yang lainnya?? Lalu mengapa kau masih mau berpacaran?? Sejatinya hidup telah mengajarkan banyak hal nak kepada kita. Namum memang sebagian kecil saja dari kita yang mau dan mampu mengambil hikmah yang ditawarkan oleh kehidupan. Sebagian besar dari kita sebenarnya tau akan ada pelajaran dari segala sesuatu. Hanya saja kadang kita tak mau tau."

Aku terdiam.

"Kadang ada yang merayu pacarnya dengan mengatakan bahwa dia selalu memikirkan pacarnya, tiap detik memikirkan pacarnya, mau ngapain aja ingat pacarnya! Coba kau telaah lagi, tidakkah itu menjurus ke syirik?? Jika tiap saat mereka benar-benar memikirkan dan mengingat pacar, kapan mereka mengingat Allah SWT?? Apakah itu juga berarti mereka tak mengingat dan berfikir tentang orang tua yang telah membesarkan mereka?? Alangkah kasiannya kami, para orang tua jika tak pernah diingat dan difikirkan oleh darah daging kami sendiri. Kalian adalah orang yang kami harapkan tuk selalu mendoakan kami ketika kami hidup maupun ketika kami telah dipanggil-Nya kelak nak!! Bukankah hanya doa anak-anak sholeh yang diijabah oleh-Nya?? Bagaimana kalian mau mencapai derajat sholeh jika kalian tak pernah ingat Tuhan?? Jangan-jangan ketika sholat pun, dimana kau seharusnya memfokuskan fikiranmu tuk mengingat-Nya, kau malah membagi fikiranmu tuk mengingat pacarmu?? Rapuh nak agamamu jika kau ternyata melakukan itu. Kau pasti belum lupa kan jikalau sholat itu adalah tiang agama??"

"Atau kalian gunakan itu hanya sebagai bualan belaka?? Ngegombalin pasangan kalian?? Bukankah gombal itu termasuk kategori kalian berkata tak jujur?? Tak jujur itu masih sama kan artinya dengan berbohong nak?? Sepemahaman bapak sih berbohong itu masih merupakan salah satu perbuatan dosa. Entahlah dimata kalian, anak-anak muda yang mungkin mulai terbiasa dengan dosa. Belum lagi jika kalian bersentuhan kulit, berpelukan, berciuman, dan melakukan hal-hal terlarang lainnya. Jangankan melakukan zina nak, mendekatinya saja kita dilarang. Jadi sudah kewajiban kitalah seharusnya meminimalisir kemungkinan terjadinya hal-hal yang tak baik itu. Kau pasti menginginkan pasangan yang baik kan?? Maka jadikan dirimu baik dulu karena pasangan yang baik hanya untuk pribadi yang baik pula."

"Jika kalian menginginkan cinta dari lawan jenis kalian, maka halalkanlah cinta kalian melalui ikatan yang syah, menikahlah!! Jika belum, maka kendalikan dirimu. Jangan terjebak dengan bisik dan bujuk rayu syaitan. Itulah mengapa tadi bapak menanyakan tentang rencana pernikahanmu. Bapak takut kau terperangkap dalam permainan dunia yang fana. Menikah itu ibadah nak, sunnah rasul, sebagian daripada agama. Maka ketika kamu mencinta, hendaknya kamu mendasarkan cintamu kepada-Nya. Karena cinta yang halal terbentuk saat kalian beribadah menyempurnakan agama kalian, sejak mengucapkan ijab qabul, mengikrarkan janji untuk hidup bersama dengan konsekuensi kalian harus bisa saling menerima. Jangan sampai karena beberapa masalah setelah kalian menikah kalian mengucap kata pisah! Cerai itu diperbolehkan, tapi tidak disukai Allah SWT."


"Kak, kakak,,, Kakak kok diem aja sih??", ceracau Nani yang ternyata sejak tadi telah berulang kali memanggilku.

"Eh, ya nan.", jawabku tergagap.

"Kakak kok diem aja?? Pasti kakak marah kan sama Nani??", tanya nani dengan muka yang mengiba.

"Gak kok nan. Justru kakak mendapatkan hikmah dari senja yang memerah ini. Maaf jika dari kemarin-kemarin kakak terlalu bersemangat mengajak Nani merayakan valentine,"

"Gak apa-apa kak! Nani juga sebenarnya pengen dan senang jalan-jalan sama kakak. Doni kan kerjanya di Palembang kak. Jadi dalam kondisi jarak jauh gini Nani juga gak bisa percaya sepenuhnya sm dia!!"
*nah lho???


+ + + + + + + + + + + + + +  + + + + +

Senin, 14 Februari 2011, Malam Gelap Beranjak Pekat,,,

Akhirnya aku sampai di kosan pada Pukul 22.17 WIB setelah aku mengantarkan Nani pulang ke rumah orang tuanya dan kemudian mengembalikan mobil rental yang dari tadi siang aku pakai. Rencana menikmati malam di keremangan Anyer bersama Nani telah aku batalkan meski dia protes. Kami segera pulang setelah menunaikan sholat maghrib disana dan menjalankan sholat isya di salah satu rest area di sepanjang jalan Tol Merak - Jakarta.

Segera setelah masuk kamar, aku meraih handphone hitam berbalut merah yang kuletakkan di saku kiri celanaku. Kupandangi sejenak handphone yang hampir menghabiskan pendapatanku selama sebulan ketika aku membelinya. Aku tak habis fikir mengapa benda ini begitu mahal dan aku dengan bodohnya mau saja mengeluarkan uang sebegitu banyak untuk benda ini!

"Ah, sudahlah! Jika difikir2, memang banyak kesalahan yang kita lakukan dimasa lalu. Adalah suatu kesalahan (lagi) jika kita malah menghabiskan banyak waktu dan tenaga hanya untuk menggerutui apa yang telah terjadi tanpa ada hikmah yang kita petik. Toh waktu terus berjalan tanpa titik koma tanpa mau peduli apakah kita bisa mengerti tentang kehidupan yang kita jalani!", bathinku.

Segera aku menyentuh touchscreen handphoneku dan melihat daftar kontak. Terlihat jelas ada nama "Bapak" disitu dan dan aku segera meneleponnya.

"Assalamu'alaikum,,,,,", sapaku begitu bapak menggangkat telpon.

"Wa'alaikumsalam,,,,, Ada apa nak??", tanya bapakku.

"Gak apa-apa pak, cuma mau nelpon aja pak."

"Ow, kamu baik2 aja kan nak??"

"Alhamdulillah baik pak."

"Kami semua lagi berkumpul di rumah nih! Cuma kamu aja yang gak ada. Makanya kalau kerja jangan kejauhan!", seloroh bapakku.

Lalu secara bergantian aku berbicara dengan Emakku, Nenekku, Kakak-kakakku, Kakak-kakak iparku, Adikku, Keponakanku. Dan terakhir mode Loudspeaker handphone bapakku pun dinyalain dan aku mengatakan,"I Love You all!!".

"We Love You too!!", Jawab mereka kompak.

Setelah mengucap salam, akupun menutup teleponku.

Aku bermuhasabah sejenak sebelum tidur dan menegaskan kepada diriku sendiri bahwa penyesalan itu memang datangnya belakangan, tapi tak ada kata terlambat untuk bertaubat!! Aku berdoa, lalu tidur. Semoga besok kala mentari menyongsong pagi, aku terlahir kembali sebagai pribadi yang baru, yang lebih baik. Dan semoga kita semua seperti itu. Karena besok adalah hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, sosok yang sempurna untuk kita teladani. Semoga kita semua bisa (setidaknya berusaha) tuk meneladani beliau. Amin,,,,, :p