29 Maret 2013

Rahasia Empat Hati - III


Ini adalah bagian ketiga dari plot bersambung yang ditulis oleh 4 orang berbeda.
Setiap plot adalah hak setiap penulis untuk mengkreasikan dan mengembangkan cerita menurut versinya masing-masing. Selamat menikmati. :)

=============================================================

Ini adalah hari ketujuh sejak Dessy memutuskan meninggalkan Indonesia. Tubuhnya bekerja keras menyesuaikan diri dengan cuaca yang rata-rata minus nol derajat celcius di Sapporo.

“Kau bisa menggigil Kedinginan, Des. Tante saja butuh waktu beberapa musim untuk terbiasa dengan musim dingin disini!” ingat tantenya ketika Dessy berkeras hati ingin segera pergi kala itu.

“Tidak apa-apa tante! Toh di tropisnya Indonesia aku juga merasakan beku... Hatiku yang beku!” ujarnya ketika itu, dalam hati.

Sekarang, ia sedikit menyesal dia tak mendengarkan tantenya, Maghdalena, untuk berangkat pada bulan Maret atau April saja, ketika Jepang memasuki musim semi.

Duh, Hafiz. Aku telah meninggalkanmu ribuan kilo meter. Mengapa kau masih betah bersemanyam dihatiku?? Aku pergi untuk melupakanmu, tapi sepertinya kau terlalu bergembira bermain dipikiranku.”

Memoar kebersamaan mereka saat liburan akhir tahun sebulan yang lalu hadir kembali hadir dalam bentuk yang sedemikian jelasnya bagi Dessy. Pun demikian dengan pelukan tiba-tiba ketika ia hendak meninggalkan Jakarta. Hampir saja pelukan itu mengubah keinginannya untuk pergi. Tapi ia tahu, tak ada cinta di pelukan itu. Dia tahu Hafiz mencintai Allin, bukan dirinya.

Air matanya menetes. Sementara di luar sana salju terus turun dengan lembutnya.


***
“Kamu besok gak kemana-mana kan, Sayang!” tanya Kindi melalui telepon.

“Iya, Sayang. Gak kemana-mana, kokEmang kamu mau ngajak aku kemana, sayang?” jawab perempuan di seberang sana.

“Kasih tahu gak ya?? Hahahahaha...”

Ih, kamu nyebelin deh!!”


***
Hafiz masih memeriksa email, facebook, twitter, dan apapun yang biasa digunakan sebagai sarana komunikasi. Diperiksanya lagi dan lagi. Namun raut wajah menunjukkan bahwa ia tak menemukan apa yang ia cari, nihil. Tampak ada sesuatu yang hilang dengan tiadanya kabar dari Dessy hari ini. Hingga akhirnya dia tersenyum sendiri sambil meraih hp, seolah menemukan solusi untuk menhubungi Dessy.

“Hei, bangun.. Subuhan tuh!” kelakar Hafiz seusai mengucap salam begitu yang di seberang sana mengangkat panggilan darinya.

“Bukannya disana dini hari, Mas?? Bukankah seharusnya kamu tidur??” Ujar Dessy setelah melihat jam yang menunjukkan pukul 5 pagi, yang berarti pukul 3 dini hari waktu jakarta.

“Heh, emm... Aku juga baru kebangun nih!” elak Hafiz tergagap. “3 hari lagi ada Sapporo Yuki Matsuri ya??Pengen deh kesana. Pengen lihat seperti apa sih festival salju terbesar di Jepang itu!” sambungnya mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Serius kamu mau kesini?” kejar Dessy yang tiba-tiba menjadi begitu bersemangat. “Ayo kesini. Festivalnya tanggal 5 – 11 Februari. Ntar kita keliling dari Taman Odori, Susukino, dan Sapporo Satoland!” terang Dessy bergairah, seakan tak merasakan dinginnya suasana Sapporo sepagi ini.

“Hahaha... Kenapa gak Sapporo Sutoland aja, Des? Biar nyamain nama anak tante Lenamu itu.” Lelucon Hafiz, merujuk ke Nama Suto Nakamura, sepupu Dessy, anak pertama pasangan Maghdalena Azhar dengan Saujiro Nakamura. “Aku pengen kesana, Des! Aku rindu kamu..” Hafiz kebablasan bicara.

“Aku juga merindukanmu, Mas! Sangat rindu.” Bisik Dessy dalam hati begitu Hafiz mengakhiri pembicaraan. Dessy menunggu Hafiz menepati janji untuk mengunjunginya, mengunjungi Sapporo Yuki Matsuri, 3 hari lagi.


***
Kamu dimana, Sayang?

Sebuah sms masuk ke hp Allin.

Aku di kosan, Bang.

Allin membalas singkat, sedikit berbohong. Tak mungkin memberitahu bahwa ia di Taman Suropati. Bisa-bisa jadi panjang urusannya. Toh, palingan smsnya juga cuma buat nanya doank. Bukankah Hafiz orangnya cuek? Buktinya tak banyak kebersamaan yang ia rasakan selama 2,5 bulan hubungan mereka. Tak seperti Kindi yang gemar memberinya kejutan dan hal-hal romantis lainnya.

“Dari siapa, Lin?” tanya Kindi.

“Bang Hafiz, Mas!” jawabnya sambil menghembuskan nafas panjang.

“Kapan kita akan berterus terang kepadanya, Lin?”

“Aku tak tahu, Mas!”

Dua manusia itu terdiam. Gesekan biola yang dimainkan komunitas di Minggu pagi itu terasa menyayat hati.


***
Hafiz melongokkan kepalanya kesana kemari mencari keberadaan Allin. Sebenarnya ia sedikit gusar karena dibohongi Allin. Untung teman sekosan Allin, Maria memberikan petunjuk kalau Allin katanya hendak pergi ke Taman Suropati.

Pandangan mata Hafiz menemukan Allin. Tapi yang ia lihat memuncakkan rasa kesal dari kebohongan tadi. Allin sedang bermesraan dengan seseorang yang ia kenal pula. Dengan emosi yang meninggi ia mendatangi Allin!

“Pengkhianat!! Kalian bermain di belakangku...” teriak Hafiz dengan nada marah selangit. Tak hanya Allin dan Kindi yang dibuat terkejut, tetapi hampir seluruh taman ikut terkejut. Bertanya-tanya ada apa gerangan!

“Bang, dengar dulu penjelasanku” Allin memohon cemas.

“Tak ada yang perlu dijelaskan! Cukup mata kepalaku sendiri yang menjadi saksi kebusukan kalian” suaraya bergetar. Burung-burung merpati terdiam. Gesekan biola terhenti. Lenggak-lenggok dan cerocos komunitas hijabers tak terdengar lagi. Seolah semua mata tertuju pada kehebohan yang tak disangka pada pagi yang tenang itu.

“Hafiz, plis...” ujar Kindi.

“Cukup!! Dan kau Kindi, yang sudah aku anggap sebagai saudaraku sendiri, ternyata tak lebih dari duri dalam daging. Tak sudi lagi aku menggapmu Saudara! Menjadi temanpun tak pantas.” Hafiz membawa amarahnya pergi, meninggalkan tempat yang menghadirkan luka di hatinya.


***
“Apa yang membawamu kemari, Nak?” sapa sesosok tua.

“Apalagi, Kek. Selain golden sunrise Dieng yang mempesona ini?” jawab Hafiz sekenanya, sambil mengarahkan kembali pandanganya menuju timur.

“Tak baik selalu berbohong, Nak! Aku melihat keresahan dalam tatapanmu..” lanjut orang tua itu.

Degh! Hafiz tertohok. Sekali lagi ia memperhatikan kakek itu. “Bukan urusanmu, Kek!” katanya ketus.

“Hahaha... Inilah bagian yang paling aku suka dari anak muda, selalu mengedepankan emosi dalam menghadapi berbagai hal. Bagus, Nak! Pertahankan, agar kau seperti kebanyakan orang yang menemui banyak kegagalan hanya karena tak berhasil menguasai emosinya sendiri.” Petuah sang Kakek yang bernama Jie Wahyu itu sambil berlalu dan terus tertawa.

Sinting. Ucap Hafiz dalam hati. Mugkin bagi Hafiz si Kakek sama sintingnya dengan Allin dan Kindi yang benar-benar menghujamkan kepedihan bagi bathinnya. Mungkin sama pula dengan sintingnya Dessy yang tiba-tiba berangkat ke Jepang tanpa alasan yang jelas.

“Semuany sinting!!!” suara Hafiz menggelegar tanpa sadar, menuruni lembah Bukit Sikunir, merambat melalui gumpalan awan, menuju matahari yang tampak masih malu-malu di antara deretan gunung Sindoro, Merbabu, Merapi dan Sumbing. Sejenak kemudian dia tertunduk, dia merasa benar-benar sendiri, bermain dengan pikirannya sendiri. Tak banyak yang ia pedulikan. Yang jelas kekecewaan kemarin membuatnya ingin menyendiri. Satu-satunya yang ia tuju adalah Dieng, tempat yang selama ini selalu tertunda untuk ia datangi. Sementara ia telah berjanji kepada Dessy untuk menikmati Sapporo Yuki Matsuribersama, 2 hari lagi.

=============================================================

Mau tau versi yang lebih lengkap?? Baca aja:
Rahasia Empat Hati - I  : http://sutonosuto.blogspot.com/2012/11/cerpen-temen.html
Rahasia Empat Hati - II : http://sutonosuto.blogspot.com/2012/11/cerpen-teman.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar